Judul : Mangir
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Edisi : Cet. ke-2
Subyek : Drama
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit : 2002
Tempat Terbit : Jakarta
Mangir diambil dari nama sebuah desa di Yogyakarta. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, Mangir merupakan daerah daerah bebas pajak. Bagi kekuasan kerajaan Mataram Jogja, Mangir adalah duri dalam daging. Desa ini secara terang-terangan tidak mau tunduk pada kerajaan Mataram, apalagi membayar upeti seperti wilayah lainnya. Tokoh pemberontak dari Mangir itu adalah Ki Ageng Mangir. Dia ditakuti karena memiliki pusaka sakti, tombak Kyai Plered.
Pram ingin menguak misteri yang selama ini menutupi Ki Ageng Mangir, melalui bukunya. Menurut versi Mataram, Ki Ageng Mangir adalah pemberontak yang halal darahnya untuk dibunuh. Maka diaturlah sebuah skenario untuk menjebak Ki Ageng Mangir. Caranya, Panembahan Senopati mengirim Pambayun, yang tak lain adalah anak perempuan tertuanya, untuk menyamar sebagai penari ronggeng ke desa Mangir, dengan harapan Mangir terpikat dan menjadikan Pambayun sebagai istrinya. Jebakan itu berhasil. Ki Ageng Mangir jatuh cinta.
Persoalan menjadi rumit ketika Pambayun kemudian secara tulus jatuh cinta kepada Ki Ageng Mangir, padahal tugasnya adalah membawa kepala Ki Ageng Mangir ke hadapan ayahandanya. Pambayun meminta Ki Ageng Mangir untuk mau datang menghadap ayahandanya, musuh politik Ki Ageng Mangir sendiri yang kini adalah mertuanya sendiri.
Versi Pram, adalah keniscayaan bagi Ki Ageng Mangir untuk begitu saja tunduk kepada Raja Mataram. Itu bukanlah watak aslinya. Mangir sebelum mati pasti melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan. Bukan mati secara sia-sia di atas bongkahan batu, di bawah injakan kaki kuasa Panembahan Senopati!
Cerita dari Pram ini ingin membuka mata dunia bahwa keraton Mataram itu menyimpan watak licik, yakni menghalalkan segala cara. Maestro perancang skenario pembunuhan itu adalah Ki Juru Martani. Tentu dengan persetujuan Panembahan Senopati yang merasa kedudukannya terusik. Kisah ini tidak hanya berhenti pada masa kekuasaan Mataram.
Pada masa kini, masih banyak beredar Ki Juru Martani yang lain, yang siap mengganyang siapa saja yang dianggap lawan politiknya.
Karya sastra ini cocok dibaca untuk kalangan remaja dan dewasa, terutama yang menyukai cerita-cerita khas tanah Jawa atau yang menyukai cerita-cerita histori di masa lampau, khususnya kerajaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar