Teman Bermain
Senja ini, di
bawah atap seng, aku mendadak ketakutan. Entah
apa, entah siapa aku tak tahu. Bersama angin senja yang menyerang. Ragaku menggigil dan bulu
kudukku telah berdiri. Selimut ini memang menutupi tubuhku, tapi tidak
seluruhnya. Itu sebabnya, aku masih merasakan dingin begitu menghujam tubuh
ini. Suhu dingin bercampur dengan panas hati semakin membuat diriku merasa tak
karuan.
Aku masih terduduk di depan televisi yang sedari
Ashar belum aku matikan. Entah siapa saja yang menonton. Entah apa yang aku
tonton. Remote pun masih ada dalam genggamanku. Mereka seolah membuat
acara tanpa penonton.
“Kris, adek kamu tuh nangis terus dari tadi. Beliin
apa kek sono”. Sontak suara itu membuat keadaan hening menjadi pecah. Aku
terkejut, karena sedari tadi suasana malam yang hening, membuatku merinding,
tiba-tiba saja ada suara yang keras mengagetkanku. Lagipula, mengapa sih Ibu berbicara dengan keras, padahal kan harisudah
gelap.
“Hmm… Iya, bu.” Aku beranjak meninggalkan tempatku
duduk tadi. Kulepaskan kain halus nan tebal yang sedari tadi membungkus
tubuhku. Kuganti kain tersebut dengan kain tenun berpola kotak-kotak yang orang
sebut dengan sarung.
Aku membuka pintu, keraguan pun mulai bermunculan.
Bulu kudukku kembali berdiri. Konon di Desa Karanganyar, desa tempatku tinggal
banyak cerita mengenai Wilwo. Entah itu mitos atau apa. Yang jelas, kebanyakan
dari warga sini mempercayai cerita itu.Menurut asal-usulnya, hantu ini berasal
dari lereng Gunung Merapi. Hantu ini juga populer di kalangan warga lereng
Merapi.Wilwo, hantu yang konon katanya suka membawa anak-anak kecil yang masih bermain-main
dan belum masuk rumah saat adzan Maghrib.Banyak sekali kasus yang dialami warga
sini mengenai kehilangan anak, kembali lagi setelah 2-3 hari dan banyak dari
anak-anak tersebut menceritakan tentang sosok Wilwo ke orang tuanya. Dengan
fisik berlengan panjang dan mirip slenderman
–digambarkan menyerupai pria tipis tinggi dengan wajah kosong, dan mempunyai tentakel, umumnya suka menculik
orang, terutama anak-anak–.
Memang sekilas uraian tentang hantu ini mirip dengan
apa yang orang ceritakan mengenai Wewe Gombel. Wilwo cenderung lebih ‘baik
hati’, karena sosok hantu ini hanya membawa anak kecil untuk bermain-main. Dia
tidak bermaksud menculik untuk dijadikan anak. Pada akhirnya, hantu ini akan
mengembalikan anak tersebut tanpa terluka.
Lain halnya dengan Wewe Gombel, makhluk halus ini
memang sengaja menculik anak-anak untuk dijadikan anaknya. Dia tidak akan
mengembalikan anak tersebut hingga orang tuanya melakukan semacam ritual untuk
melepaskan anaknya dari pengaruh Wewe Gombel.
~{0}~
Aku tetap bertekad melanjutkan perjalananku.
Bagaimanapun juga, kita harus mau melakukan apa yang seorang ibu perintahkan.
Hingga akhirnya, aku tiba di sebuah warung yang biasa ibu pilih untuk
membelikan adikku jajan-jajanan khas anak-anak.
“Kula nuwun….”
“Nggih, mau beli apa, mas?”
Aku membeli 4 jajanan yang biasa ibu belikan untuk
adikku. Sisa uang itu kubelikan 2 botol minuman, untuk sekedar melepas dahaga.
Aku berniat langsung kembali ke rumah. Suasana senja ini mulai mencekam
ditambah daun-daun yang mulai berguguran dari pohonnya serta diiringi
angin yang tiba-tiba menghembus.
Jalanan yang
sepi di mana hanya pohon-pohon berbaris menemani pandangan ini. Ranting-ranting
dan rimbun daunnya membentuk sebuah bayangan yang sedikit mengingatkanku
akan film-film horor. Belum lagi hawa dingin yang menyambut. Temperatur asing
yang sangat mencekam yang membuat bulu kuduk merinding, bahkan kain tenun ini pun tak sanggup menahan hawa
dinginitu.
Istighfar dan
Ayat Kursi terus berkumandang lirih di hati. Kucoba berjalan dengan penuh
keyakinan bahwa Tuhan akan melindungi perjalananku. Masih terus berkumandang.
Hingga akhirnya telingaku berdengung tiba-tiba. Srett.. Sreeett.. Suara apa
itu? Kemudian, muncul satu suara melenguh bersamaan ditambah dengan suara
menyeret yang berat itu. Tanpa ragu, aku pun langsung lari terbirit-birit tanpa
memperdulikan keadaan.
Aku berhenti
sejenak mengembalikan nafasku yang hampir habis saat lari tadi. Aku berhenti di
suatu tempat yang dekat dengan rumahku berada. Aku sudah berani berjalan santai
karena keadaan sudah mulai ramai. Terlihat bapak-bapak dengan kain sajadah yang
tergantung di salah satu bahunya dan sebuah peci yang terpasang erat di
kepalanya. Mereka berjalan ke arah masjid dan akan melakukan sholat Maghrib
berjama’ah.
“Ini, dek jajannya. Udah ah, gak usah nangis terus”
kuberikan jajanan tadi ke adikku dan sedikit menghiburnya.
Tiba-tiba, adikku melangkahkan kakinya menuju teras.
Kuperhatikan gerak-geriknya yang memang agak mencurigakan. Dia terlihat takut,
namun tampak tertarik terhadap sesuatu. Dia terus memajukan tubuhnya ke depan.
Hingga akhirnya, ibuku menyetopnya.
“Dek, masuk! Jangan keluar! Masih maghrib, nanti ada
Wilwo nyulik kamu!”
“Wilwo itu siapa? Kenapa nyulik-nyulik aku?” adikku
menjawab dengan pertanyaan singkat.
“Udah, udah! Jangan nanya-nanya dulu. Nanti dia gak
terima. Malah kamu diculik!”
Lalu, tiba-tiba adikku kembali menangis seperti anak
yang tidak dikabulkan keinginannya. Dia terus merengek meminta keluar rumah.
Apa yang membuat ia berkelakuan seperti itu? Apakah memang benar si Wilwo terus
memanggil namanya layaknya hantu yang biasa orang tonton di film-film layar
lebar?
Dia masih menangis keras. Ibuku pun menggendongnya dan
membawanya menuju kamar. Ibu menenangkan adikku agar ia berhenti menangis. Lalu
terdengar suara ibu menyanyikan sebuah lagu,
Wilwo, dijawil, digawa
Sing
turu ora digawa, sing ora turu digawa (2x)
Anehnya, setelah mendengar lagu itu, adikku perlahan
berhenti melanjutkan rengekannya dan memejamkan matanya. Ia pun tertidur.
“Bu, itu lagu apaan si? Kok bisa tiba-tiba tidur
gitu?”
“Lagu itu konon diciptakan orang-orang tua zaman dulu
untuk menenangkan anak-anak balita untuk segera tidur. Mereka menakuti
anak-anak itu dengan lagu ini.”
“Hii ngeri…..!!! Ada-ada saja orang zaman dulu.”Menurut
cerita, hantu Wilwo ini sering menengok anak kecil saat mereka tidur di malam
hari. Apabila anak tersebut sudah tidur, maka Wilwo ini pun tidak akan
membawanya pergi. Namun, apabila anak yang ditengok belum tidur, dia akan
membawa anak itu ke dunianya dan dijadikan sebagai ‘teman main’.
~{0}~
Keesokan harinya, aku menemani adikku bermain. Momong kalau menurut istilah orang-orang
sini. Awalnya kuperhatikan betul-betul adikku bermain ke mana saja selama ia
tak hilang dari pandanganku. Aku selalu memperhatikannya dan tetap menjaganya
agar senantiasa tidak jauh dari tempatku berdiri. Hingga sampailah pada tempat
kemarin di mana akuberlari ketakutan. Seketika aku melihat sekitar, suasana
mulai terasa mengerikan. Aku baru ingat kalau aku sedang momong adikku. Kemana ia? Aku lalai, hingga aku kehilangan jejak
adikku. Kulihat jam tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, waktu di
mana hantu Wilwo sudah mulai melancarkan aksinya. Aku khawatir, tak tahu harus
bicara apa pada ibu. Sementara matahari perlahan mulai turun meninggalkan
langit dan adikku belum juga kutemukan. Bagaimana ini?
Aku terus mencarinya, tak peduli gangguan alam di
sekitarku. Sementara itu, banyak bisikan-bisikan ghaib yang masuk ke
pendengaranku. Keadaan benar-benar mencekam. Kejadian kemarin kembali terjadi.
Suara itu. Suara seperti gerakan menyeret sesuatu kembali terdengar, kali ini
dengan radius yang lebih dekat. Kemudian, aku mendengar suara teriakan anak
kecil memanggil-manggil. Keras sekali dan benar-benar jelas terdengar. Lalu aku
mendekat ke arah suara itu. Aku tak sadar bahwa sebenarnya aku telah masuk ke
dunianya. Dunia yang menggelapkan semua jalan untuk kembali ke rumah.
Kulihat di sekitar tempatku berdiri, banyak sekali
anak-anak kecil berkeliaran di sana. Mereka terlihat riang, tanpa beban terlihat
dalam tawa mereka. Hanya saja, wajah-wajah mereka tampak pucat. Aku lalu
mengarahkan pandanganku ke tempat anak-anak itu bermain. Perlahan jumlah
anak-anak itu berkurang. Satu-persatu dari mereka hilang entah kemana. Hingga
akhirnya, tersisa satusaja. Dan anak itu mirip sekali dengan adikku. Apakah
adikku diculik Wilwo?
“Hei, mas. Bangun! Maghrib begini ngapain tidur di
jalanan? “ seorang wanita paruh baya menghampiri tubuhku yang tergeletak di
jalan setapak yang tadi aku lewati.
“Saya ada di mana, bu?” tanyaku pada wanita paruh baya
itu sambil perlahan membuka mataku dan seketika aku sadar bahwa tadi itu
hanyalah mimpi. Namun, tetap saja itu membuatku khawatir akan keadaan adikku.
“Di sini, di desamu. Bukankah rumah kamu nggak jauh
dari sini?”
Seketika aku langsung beranjak dan berlari menuju
rumah. Kubuka perlahan pintu rumah dan masuk mengendap-endap sambil mencoba
mengecek apakah adikku sudah di rumah atau belum. Terlihat di sana ia sedang
bermain-main dengan gadget-nya.
Syukurlah, kejadian tadi hanyalah sebuah mimpi.
Tiba-tiba ada suara orang mengetok-ketok pintu.
Kubukakan pintunya, aku terkejut bukan kepalang. Seorang wanita paruh baya
tadi! Dia tadi memang terlihat ingin bertanya sesuatu. Tetapi, karena aku
khawatir akan keadaan adikku, maka akhirnya aku pun meninggalkannya sendirian
di tempat itu.
“Mas, mas lihat nggak anak kecil balita lewat di
sekitar tempat mas tadi tidur?” wanita paruh baya itu nampak cemas, persis yang
aku alami tadi.
“Nggak, soalnya dari tadi saya juga momong adik saya, bu. Balita juga. Terus
tiba-tiba hilang gitu aja. Eh, ternyata adik saya sudah di rumah.”
“Nah, itu. Anak saya juga seperti itu, mas. Tiba-tiba
menghilang gitu aja”
Seketika aku berpikir, mengingat-ingat kejadian yang
baru saja aku alami. Anak kecil? Balita? Apakah anak yang tadi kutemui di
tempat itu adalah anak ibu ini? Entahlah.
“Ciri-cirinya bagaimana, bu? Mungkin saja saya bisa
bantu”
Dari belakang, adikku berlari ke arahku. Ia tiba-tiba
memeluk kakiku. Sambil merengek-rengek manja.
“Nah, mirip kaya gini, mas!”
Aku langsung terkejut. Seketika pikiranku mengarah ke
sosok hantu yang sedang ‘tenar’ di desa ini. Hantu yang selalu saja membuat
orang tua di desa ini resah. Arrrghhh.. Itu hanya asumsiku semata. Aku mencoba
berpikir positif. Mungkin ibu ini lalai menjaganya, hingga anaknya pun
sebenarnya pulang ke rumah, namun dianggap menghilang oleh ibunya.
~{0}~
“Bu, adik kemana? Kok dari tadi aku gak lihat?”
“Lah, tadi katanya mau nemuin kakaknya. Tadi dia
bilang sendiri ke ibu. Jangan bikin ibu pusing, Kris!” kulihat wajah ibu nampak
cemas. Namun, jujur aku tak tahu apa-apa. Sedari tadi aku tidak melihat adikku.
Lagi-lagi pikiranku melayang ke arah Wilwo itu. Firasatku berkata buruk. Jika
memang benar adikku diculik, lalu bagaimana kabar anak ibu itu? Anak wanita
paruh baya itu? Aku tak tahu sedang memikirkan apa, yang jelas aku kembali
merasa khawatir lebih dari yang kemarin aku rasakan.
Aku langsung berniat mencari adikku. Kemanapun ia
pergi, akan kucari. Karena aku merasa ia adalah tanggung jawabku. Bagaimana aku
bisa disebut kakak yang baik, jika mengurus adik saja aku tak bisa?
Aku melihat ibu paruh baya itu menuntun anaknya yang
masih balita. Dia terlihat senang sekali, begitupun anaknya. Aku pun memutuskan
untuk menghampirinya.
“Permisi, bu. Itu anak ibu?”
“Iya, mas. Kemarin rupanya anak ibu kecepet, mas. Dia cerita macem-macem
selama masa kecepet itu. Katanya sih,
ia melihat sosok pria kepalanya tiga, tangannya panjang sampai ke tanah.
Mukanya seram, bawa anak kecil juga. Terus tiba-tiba ia dibawa ke suatu tempat
yang isinya banyak permainan mirip di sekolah TK. Waktu itu, katanya cuma dia
dan si pria itu aja yang ada di sana. Sampai akhirnya, pria itu bawa anak kecil
lagi, dan anak saya dibawa pulang ke tempat mas kemarin tertidur. Dan saya
menemukannya di sana, tak lama setelah saya pergi dari rumah mas. Seperti itu,
mas” kulihat tubuh anak ibu paruh baya tersebut, nampak baik-baik saja. Tak ada
luka sedikitpun, baik psikis maupun fisik. Ia pun menempatkan dirinya layaknya
anak pada masanya. Mengoceh layaknya anak seumurannya.
Aku pergi meninggalkan wanita paruh baya itu,
mengucapkan terima kasih dan melanjutkan perjalananku dalam mencari adikku. Aku
langsung menuju ke tempat ibu paruh baya tersebut menemukan anaknya, lebih
tepatnya ke tempat aku tertidur di jalanan. Saat ragaku telah sampai di tempat
itu, aku menunggu kedatangan makhluk itu, karena aku berpikir makhluk itu akan
mengembalikan adikku langsung kepada keluargaku. Bersama angin malam yang
menghujam raga ini, aku menunggunya. Sambil terus mencoba menutupi seluruh raga
dengan sarung, mencegah berdirinya bulu kuduk. Akhirnya setelah lama kutunggu,
makhluk itu tak kunjung datang, bahkan waktu pun telah menunjukkan pukul tujuh.
Aku mencoba mengingat-ingat sesuatu. Lalu muncul
sebuah ingatan yang sempat aku simpan beberapa waktu lalu. Yup! Nyanyian itu.
Lagu yang ibu nyanyikan saat menenangkan adikku pada malam itu. Kuingat-ingat
liriknya. Lalu, mulutku perlahan mengeluarkan suara dan mulai menyanyikan lagu
ini. Sambil terus kunyanyikan lirih, suasana pun terasa semakin mencekam, bulu
kudukku pun semuanya berdiri, tak ketinggalan perasaan takut yang membuat
jantung berdebar-debar kencang. Tiba-tiba terdengar suara memanggil.
“Kakak! Kak Krisna! Apa kakak memanggilku?” suara yang
tak asing lagi, begitu jelas terdengar. Yup! Adikku kembali.
“Kamu kemana aja? Kakak cariin dari tadi” aku melihat
wajahnya. Masih ada ketakutan yang tersisa nampak di bola matanya.
“Dari sekolah TK, kak. Asyik di sana lho, kak. Tapi,
di sana cuma sebentar, kak. Kurang puas!” nada berbicaranya aneh. Tak seperti
biasanya. Seperti masih ada rasa takut dibalik kebahagiaannya saat ini.
“Kamu ngapain ke sana? Sendirian?”
“Iya, kak. Sendirian. Tapi terus ada bapak-bapak
kepalanya tiga, tangannya panjang, mukanya seram sambil bawa anak kecil satu
lagi, nggak tahu siapa. Terus, bapak itu ngajak aku main lagi, tapi aku bilang,
aku mau pulang. Bapak itu juga tadi gendong aku, pas dia nganterin aku ke
sekolah TK itu”
“Ya sudah, yang penting kamu nggak apa-apa. Sekarang
pulang, yuk.” setelah mendengar penjelasan adikku, aku berpikir sejenak. Cerita
yang hampir sama dengan apa yang anak wanita paruh baya itu ceritakan. Apa
mungkin mereka dibawa Wilwo ke tempat yang sama? Memang benar selama ini kata
orang-orang sini, makhluk halus itu suka membawa anak kecil dan
mengembalikannya dalam keadaan baik-baik saja. Mungkin Wilwo itu menganggap
anak kecil bisa menjadi ‘teman main’ baginya. Syukurlah kalau begitu. Sekarang
yang penting, adikku baik-baik saja.
Konon, ada dua versi cerita dari makhluk Wilwo ini.
Ada yang berpendapat bahwa Wilwo ini adalah hantu lelaki yang ditinggalkan
istrinya karena tidak bisa membuat keturunan dan sebagian berpendapat bahwa
Wilwo ini adalah hantu seorang kakak yang adiknya dimangsa binatang buas di
hutan. Jadi, untuk para orang tua, jangan terlalu cemas dengan makhluk satu
ini. Ia hanya menjadikan anak sebagai ‘teman main’ saja.
Pituruh, 30 Maret 2018. 13.36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar